Kejati-Kalbar.go.id
Berita

KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN BARAT SEBAGAI NARASUMBER KULIAH UMUM DI UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

Kajati Kalbar DR, Masyhudi, SH. MH, menjadi narasumber Kuliah Umum Kegiatan Jaksa Masuk Sekolah / Kampus di Ruang Rapat Senat Gedung Rektorat Universitas Tanjungpura Pontianak (23/02/2021). Kuliah umum dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Undangan Offline / tatapmuka
1. Rektor
2. Wakil Rektor
3. Dekan Fakultas
4. Direktur Pascasarjana
5. Kepala Biro
6. Kepala UPT
7. Ketua SPI

Undangan Online
1. Wakil Dekan Fakultas
2. Koordinator dan Subkoordinator
3. Pejabat Pembuat Komitmen
4. Pejabat Pengadaan
5. Pengelola Keuangan
6. Perwakilan Mahasiswa

Pada kuliah umum tersebut, Kajati Kalbar menyampaikan, upaya untuk pemberantasan Korupsi pencegahan adalah suatu hal yang sangat penting untuk dilaksanakan sehingga orang tidak berbuat korupsi, upaya yang dilakukan adalah dengan tidak henti-hentinya melakukan penyuluhan atau penerangan hukum kepada semua elemen atau komponen  dari masyarakat. Yaitu dari masyarakat paling bawah sampai ke Pejabat atau Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan Korupsi, tidak mencoba coba untuk melakukan korupsi. Karena pencegahan juga merupakan Upaya yang sangat penting dan efektif dalam penanganan perkara Korupsi ini.

Pencegahan atau upaya preventif dilaksanakan Kejaksaan melalui Penerangan atau penyuluhan hukum yang dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja se-Kalimantan Barat dengan melibatkan para pemuda penerus Bangsa dari Usia dini atau sekolah yaitu para siswa dengan melibatkan guru, para pengurus lembaga pendidkan, para tokoh masyarakat, para tokoh agama, para pejabat atau penyelenggara negara dan dilaksanakan secara meluas dan di setiap kesempatan.

Kejaksaan juga serius dalam pemberantasan dengan cara penindakan (Law Enforcement) TP Korupsi, hal ini ditujukan agar para pelaku korupsi tidak berbuat atau melakukan lagi dan menjadi jera (Deterent Effect).

Upaya Kejaksaan dalam penanganan korupsi secara represif/Penindakan atau law Enforcment juga ditujukan untuk pengembalian kerugian negara. Hal ini dirasa sangat penting karena esensi TP Korupsi adalah hilangnya Keuangan Negara yang mengakibatkan terganggunya perekonomian negara, sehingga terhambat pembangunan.

Perilaku Koruptif Faktor pendrorong, seseorang atau orang melakukan Korupsi adalah dari dalam orang itu sendiri yang biasanya karena kebutuhan atau hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan atau kemiskinan (corruption by need) tetapi, dalam perkembangannya orang melakukan korupsi bukan hanya sekedar itu, tetapi adalah karena keserakahan (corruption by greed), dan berkembang lagi karena untuk memperoleh kekuasaan namun dengan biaya politik yang tinggi atau untuk mendapatkan suatu jabatan dengan mengeluarkan biaya yang tinggi

Paradigma bahwa korupsi tidak menimbulkan korban adalah tidak tepat, malah justru sebaliknya, korupsi menimbulkan banyak korban yakni penderitaan rakyat banyak, harapan rakyat, mengacaukan pembangunan dan dampak sosial serta ekonomi.

Pelaksanaan pemerintahan yang memprioritaskan pembangunan fisik dan infrastruktur yang digalakkan pemerintah saat ini, ternyata dalam realitasnya kerap kali dihadapkan pada masih maraknya praktik korupsi yang terjadi di semua lini, strata dan tahapan pembangunan.

Hukum beserta aparat penegak hukum, khususnya institusi Kejaksaan RI sesuai tugas pokok dan fungsinya dituntut untuk mampu menindak para pelaku korupsi berikut pengembalian kerugian keuangan negara. Berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dianggap belum mampu mencegah dan menanggulangi praktik korupsi yang kian hari cenderung semakin meningkat, baik dari segi kuantitas, kualitas, modus operandi, maupun kerugian keuangan negara yang ditimbulkannya. Bahkan tindakan represif tersebut dituding sebagai penyebab rendahnya penyerapan anggaran dan terhambatnya proyek-proyek pembangunan, karena timbulnya rasa ketakutan yang berlebihan di antara para pelaku ekonomi dan aparatur pemerintahan.

Pada sisi yang lain, penegakan hukum represif juga menghadapi berbagai tantangan, hambatan, dan kendala, yang secara yuridis normatif disebabkan karena adanya benturan norma (conflict of norms), banyaknya regulasi (over regulated), kekaburan hukum (blurred norms), serta perubahan norma baru yang mengubah norma sebelumnya. Selain tantangan yuridis normatif tersebut, penegakan hukum juga dihadapkan pada tantangan pragmatik dan tantangan kelembagaan institusi penegak hukum yang belum mampu mengantisipasi kompleksitas modus kejahatan berikut akibat yang ditimbulkannya.

Menghadapi dilematik antara dua keadaan yang antagonik tersebut, maka dibutuhkan inovasi maupun terobosan yang solutif untuk menyelesaikannya, Inovasi yang dilakukan Kejaksaan adalah dengan melakukan pendampingan hukum dalam proyek proyek strategis, yang diharapkan dengan melakukan pendampingan ini, para pelaksana proyek pembangunan dapat melakukan pekerjaan dengan tepat waktu, tepat sasaran, tepat keuangan sehingga memenuhi standart kualitas dan spesifikasi yang ada sesuai dalam kontrak, sehingga hasilnya benar-benar dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.

Penegakan Hukum yang dilakukan seperti sekarang ini harus terus dilakukan secara terus menerus dan konsisten, dan Penegak Hukum tidak boleh cepat berpuas diri dan harus senantiasa melakukan inovasi, terobosan serta mencari formula yang tepat dalam rangka menekan berkembangnya kejahatan korupsi dan terus mendukung pembangunan nasional, dengan tidak hanya sekedar berfokus pada penegakan hukum represif tetapi pencegahan dengan melalui upaya preventif dan  juga harus mampu mengidentifikasi kausa penyebab terjadinya kejahatan sekaligus upaya-upaya perbaikannya agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Paradigma penegakan hukum institusi Kejaksaan yang memadukan upaya represif dan preventif dan edukatif secara proporsional, seimbang, objektif, dan terukur. yang meliputi tindakan menyeluruh, sistemik, holistik, dan integratif melalui upaya pemahaman dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, penghukuman terhadap pelaku kejahatan sesuai dengan tingkat derajat kesalahan dan akibat yang ditimbulkannya, serta upaya pemulihan pasca terjadinya tindak pidana dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Pembaruan paradigma penegakan hukum tersebut tidak hanya berfokus pada output sebagai tolak ukur kinerja institusi penegak hukum tetapi pada outcome yang memperhatikan dampak terhadap pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

bahwa tujuan utama dari hukum dan praktik penegakannya adalah untuk melayani dan mewujudkan kebahagiaan terbesar pada masyarakatnya, sebagai kebijakan integral penegakan hukum yang dimaksudkan untuk menjadi penjaga dan pelindung tertib sosial, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kejaksaan RI berperan penting dalam mengawal program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Apalagi Program PEN dijalankan untuk memulihkan pembangunan pascapandemi covid-19. Kondisi pemerintahan saat pandemi covid-19 membuat kebijakan stabilitas politik, hukum dan keamanan, serta transformasi pelayanan publik pada tahun 2021. Dimana kebijakan tersebut diarahkan untuk mendukung pemulihan pembangunan pascapendemi, khususnya dalam upaya mewujudkan situasi kondusif melalui penegakan hukum dan menciptakan keamanan. Kebijakan ini, diantaranya dilaksanakan dengan optimalisasi proses penegakan hukum secara konvensional dalam sistem peradilan akibat kebijakan pembatasan jarak fisik (physical distancing).

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan salah satu upaya untuk memulihkan pembangunan pascapandemi covid-19. PEN dibuat agar nantinya negara siap menghadapi ancaman yang bisa membahayakan stabilitas keuangan, Katanya. Program ini bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama wabah korona melanda.

Ini sebagai komitmen untuk meningkatkan kinerja sesuai sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam rencana strategis Kejaksaan RI tahun 2020-2024.

Kejaksaan RI juga tetap berpedoman pada visi dan misi Presiden Joko Widodo, yaitu peningkatan kualitas manusia Indonesia; peningkatan sistem hukum yang bebas dari korupsi, bermartabat, dan terpercaya; perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga; serta pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya.

Dampak negative pandemi Covid-19 terhadap perekonomian, Pemerintah telah dan akan terus melakukan langkah-langkah kebijakan luar biasa untuk menjaga dan memulihkan kondisi kesehatan, sosial ekonomi masyarakat, dan dunia usaha terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Situasi tersebut telah memaksa pemerintah mengambil kebijakan strategis secara cepat dan bersifat kedaruratan dengan membuat pelonggaran sekaligus penyederhanaan mekanisme dalam upaya akselerasi penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Langkah-langkah kebijakan dan komitmen dalam pemulihan ekonomi nasional di tengah situasi pandemi yang luar biasa dan penuh kedaruratan harus kita sikapi dengan cepat, tepat, cermat, dan penuh kehati-hatian. Dalam pelaksanaannya, tidak menutup kemungkinan menimbulkan risiko maupun membuka celah adanya permasalahan hukum, bahkan pelanggaran hukum dalam pengelolaannya.

Optimalisasi pendapatan negara untuk mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional, niscaya diperlukan upaya untuk meminimalisir hilangnya potensi penerimaan negara. Untuk itu, pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya semata dilakukan penindakan atas kebocoran pada sektor belanja negara, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD), namun juga difokuskan pada penindakan penyimpangan yang bersinggungan dengan keuangan negara sektor penerimaan negara, semisal penyimpangan pada sektor Sumber Daya Alam (SDA), sektor perpajakan, dan sebagainya. Penindakan di sektor belanja negara tidak akan pernah menyelesaikan, jika tidak diimbangi dengan penindakan di sektor penerimaan negara.

Penkum@2021_tJa.

Related posts